Hujan turun pagi itu. Agak jarang memang, namun berdampak besar untukku hari ini, aku harus bangun sangat pagi, karena kelasku adalah petugas upacara, dimana akulah yang menjadi MC nya. Malas sekali untuk hanya menggerakkan tangan. Rasanya tubuh dan kasur ini adalah sepasang magnet yang susah sekali dijauhkan. Seperti aku dan dia.
Mau dengan seribu alasan pun, aku dengan terpaksanya harus tetap berangkat ke sekolah, menjalani rutinitasku sebagai Siswa SMA Khatulistiwa. Namaku, Amarra Anita Afisena. Biasa dipanggil Rara. Sekarang, saatnya aku untuk memulai perjalanan panjang dihidupku ini, yaitu pergi ke sekolah. Aku pergi dengan menggunakan motor matic hadiah ulang tahunku yang ke-16, tahun lalu. Dengan dibalut jas hujan, dan semangat yang nihil, aku pun meninggalkan rumah, tentunya dengan sarapan, mencium buku-buku jari ayah dan ibuku, dan bertegur sapa dengan kakak dan adikku.
06.30, itulah angka yang tertera dalam jam digitalku. Lumayanlah, aku datang 15 menit lebih cepat dari jam yang dijanjikan. Sesampai disana, kondisi lapangan basah, dan langit pun masih tak bersahabat, masih ada rintik-rintik kecil yang turun dari sang empunya. Dan... Upacara dibatalkan. Shit. Itulah yang terpikirkan olehku. Aku tau kalau hujan begini pasti upacara pun tak akan diselenggarakan, namun saat aku berangkat tadi pun hujan sudah mulai tak deras dan... Semua usahaku untuk bangun dipagi hari ini ternyata sia-sia, karena kelasku ternyata akan menjadi petugas upacara untuk minggu depan. Sesal kurasa begitu mendalam, bangun pagi dengan susah payah, berangkat ke sekolah dengan motor dikondisi cuaca yang tak bersahabat, hanya karena takut akan telat dan ternyata semua realita keadaan memang tak pernah sejalan dengan apa yang diharapkan. Aku pun hanya bisa mendongkol dalam hati dan berjalan mengitari koridor, lalu berujung memasuki kelasku yang masih sepi ini. XI IPS 1. Hanya ada beberapa siswa yang memang akan menjadi petugaslah yang baru datang, salah satunya adalah sahabatku, Ratih. Aku pun menghampiri Ratih dengan diikuti duduk disebelahnya, sambil mengeluh dengan muka super jengkel.
"Astaga, gua udah bangun pagi buta demi biar nyampe ke sekolah lumayan pagi yang lo tau jarak sekolah dari rumah itu jauh. Dan parahnya gua nekat bawa motor padahal udah ditawarin dianterin papa aja." Keluhku.
"Ya tenang, you are not the only one. Gua juga kesel. Yang lain juga kesel. Gua kira kan ujan pagi mah biasanya juga cepet gitu kan. Dan bakal reda juga dengan sendirinya. Tapi gak untuk hari ini, tuh liat deh, makin gede. Alamat banyak yang gak masuk ini mah." Ratih pun menimpali omelanku, dengan dendamnya pada pagi hari ini juga. Ternyata Herdy, teman sekelasku pun mendengar perbincangan kami, dan mulai menggila dengan menyanyikan lagu Sam Smith yang berjudul I'm not the only one.
"I KNOW I'M NOT THE ONLY ONEEE HUUUUUU" dia bernyanyi, dengan sangat fales dan minta disumpel sepatuku yang basah kehujanan ini.
"EH APAANSIH BERISIK BANGET" aku lagi badmood gini, dan sempet-sempetnya si Hardy itu nyanyi, mana Kent, Arya, dan Genta ikut-ikutan. Memang cowok kelas ini udah pada gak ada yang waras kayaknya. Saat sedang sibuk memarahi Herdy dan kawan-kawannya itu, tiba-tiba kami dikagetkan oleh teriakan Rian yang seperti biasa, menggangu dan mengancam. Dasar Alien. Aneh.
"Haduhhhh! Kesel parahlah gua. Lu tau kan gua gak pernah dateng cepet? Dan demi ini gua bangun pagi. Kalau gak gara-gara dipaksa jadi pengibar bendera sama Bu Retno mah mana mau, mana pake dipaksa kalo gamau nanti bakalan kena hukuman." Teriak Rian tiba-tiba dengan penuh emosi, teman sekelasku, well dia bukan temanku, tapi musuh abadiku didaalam maupun diluar kelas.
"Berisik lu. Bukan lu doang yang kesel." Jawabku acuh tak acuh.
Hari itu pun, sampai sekitar jam 8 hujan masih lebat. Dan siswa yang lain pun datang sangat telat, dengan alasan hujan, yang aku tau bahwa meraka memang sengaja menggunakan alasan itu agar bisa telat. Lagi-lagi, hari ini bukan keberuntunganku. Lantas, kapankah Tuhan akan berbaik hati memberikanku secercah keajaibannya?
***********************************
Waktu terus berjalan, sekolah semakin terasa membosankan. Hari ini karena banyak yang tak datang, guru pun jadi terpengaruh, banyak yang gak masuk dan ironisnya, memberikan kami setumpuk tugas. Nyesel masuk hari ini. Tau begitu, aku pura-pura sakit saja. Hingga jam terakhir pun tiba, kelas seharusnya diisi dengan Jam wali kelas, namun sepertinya beliau terlambat, dan kalaupun tak masuk juga syukurlah, bisa relax sebentar. Tangan rasanya mati rasa nulis tugas sejarah, bahasa, dan kewirausahaan. Sekolah anehnya makin lama terasa jadi beban, padahal harusnya sekolah itu menjadi tempat kita belajar dengan nyaman, tanpa beban apalagi sampai capek gini.
Sudah hampir setengah jam tapi Bu Rani belum datang juga, sedangka
n 20 menit lagi kami semua akan pamit meninggalkan sekolah yang hari ini terasa boring and tiring. Tiap hari sih. Tapi hari ini seperti puncaknya. Hari sial. Tiba-tiba, dengan terburu-buru, wali kelas kami alias Bu Rani pun memasuki kelas kami, aku pun melirik jam dinding dan 10 menit lagi sudah pulang, buat apa dia masuk kelas sedangkan siswa yang lain pun sudah sibuk dengan urusan masing-masing? Aku sendiri bahkan sempat terlelap dimejaku, dengan Ratih chairmateku yang dikenal hobi tidur dikelas.
"Assalamu'alaikum anak-anak. Aduh, maaf ya ibu baru masuk sekarang.. Tadi ibu abis ngurusin data anak baru buat kelas ini." Ucapnya seraya duduk dikursi guru depan kelas.
"Hah? Anak baru?" Tanya Refan, ketua kelasku. Diikuti suara ricuh suara anak kelas yang kaget bahwa akan ada anak baru, termasuk aku dan Ratih.
"Iya nak, jadi akan ada anak baru. Dua orang. Dan dua-duanya dikelas kita. Dan dua-duanya juga cowok." Tambah bu Rani.
"Wah bu? Kok bukan cewek sih? Hahaha" Ceplos Raka and the gank yang terkenal sangat berisik dan pentolan itu. Diikuti dengan ketawa anak sekelas. Aku sih sebenarnya tak peduli, tapi bingung aja, kenapa sampe dua orang gitu? Dan kenapa mesti dikelas ini? Perasaan Kelas XI IPS 2 dan IPS 3 lebih sedikit dari kelasku, deh. Aku pun sudah tenggelam dengan pikiranku sendiri dan yang akhirnya disadarkan oleh suara bel yang berdering. Jadi dari tadi aku gak tau mereka ngomongin apa dan gak peduli juga. Hari ini aku dan Ratih akan ke bioskop, untuk nonton film kesukaan kami, ADA APA DENGAN CINTA? 2. Kami pun keluar dengan terburu-buru, karena jam tayangnya kurang lebih sejam lagi, dan jarak kesana lumayan jauh dari sekolah. Sesampainya di parkiran, aku pun hendak mengeluarkan kunci motorku, namun nihil. Astaga? Gimana ini? Perasaan tadi aku taro di tas paling depan? Parah banget, yaAllah mana aku buru-buru lagi. Aku pun panik, Ratih yang sedari tadi hanya menunggu di jalan keluar setelah parkiran pun mulai sadar kalau aku panik dan mendatangiku.
"Woy kenapa?" Raut wajahnya pun terlihat panik juga.
"Kunci motor gua gaada nih. Aduh gimana ya?" Aku pun pusing. Rasanya pengen lari aja deh langsung ke Mall.
"Hmm bentar, coba cek dikelas? Tadi lo sempet buka-buka tas lo terus mindahin barang gitu kan kebawah kolong? Kayaknya ikut ketaro deh." Jawabnya, mengingatkanku.
"OHIYA BENER! Tadi gua pindahin deh kalo gasalah ke tempat pensil. Tunggu sini ya? Jagain tas gua. Gua lari aja kesana." Aku pun meninggalkannya, dengan berlari dan shit, aku melewati office boy yang sedang mengepel, and i fell. And some people see me. And they are laughing in front of my face. Gila. Malu banget. Aku pun langsung bangun dengan menutupi wajahku yang memerah karena malu, dan meninggalkan orang-orang yang mentertawakanku dan berjalan ke kelas dengan gaya se cool mungkin. Bener deh hari ini beneran unlucky day banget buat aku. Aku pun sampai dikelas, dan langsung lari ke tempat dudukku. Dan benar saja, kunci motorku ada didalam tempat pensil. Aduh, pelupa banget gua. Pikirku. Dengan kekuatan Flash, aku pun lari secepat mungkin seperti layaknya Flash dalam filmnya. Emang gak secepet itu, tapi aku benar-benar lari, dengan rute yang berbeda, agar terhindar dari lantai basah lagi.
"Aduh itu rok lu kenapa basah? By the way, ayo nih udah jam 3 nanti kita dapet yang malem banget lagi filmnya. Gua gabisa balik malem soalnya." Sesampainya disana aku sudah disambut dengan Ratih yang menggerutu. Nambah bikin panik. Aku membalasnya seadanya karena takut menghabiskan waktu yang saat ini harus kuburu dengan benar. Whatta day. Aku pun meninggalkan sekolah, dengan rok ku yang agak basah dan secepat mungkin mengendarai motorku.
Sudah setengah jalan, sekitar 15 menit lagi mungkin kami akan sampai, tiba-tiba motorku mogok. Bensinnya habis. Ya tuhan, apalagi ini?! Ratih terlihat badmood, dengan membantuku mendorong motor, mencari tukang bensin terdekat. Untung saja dekat situ ada semacam bengkel dan menjual bensin. Dan satu lagi, yang melayani kami pun sangat tampan. Thank god udah mogok, hahaha. Aku pun senyum-senyum sendiri, dan sepertinya Ratih sadar alasannya kenapa, lalu ia pun mengacungkan jempolnya, tanda setuju.
"Mbak, mau diisi bensin berapa?" Tanyanya, menganggu imagine kami atas montir tampan ini.
"Eh iya, 10 ribu aja mas, eh dek, eh kak.." Aku malu sekali, kenapa aku malah jadi gugup gini? Emang kebiasaan deh. Lagian mukanya muda banget.
"Wah mbak kenapa? Hahaha. Kita seumuran kayaknya, panggil nama aja, Roy." Ia pun mengulurkan tangannya, yang kotor karena oli. Somehow, it looks even manlier to see a boy in that way.
"Maaf mbak, agak kotor ya? Sorry." Tambahnya. Aku dan Ratih pun menerima uluran tangannya, dengan senang hati pastinya, sambil memberi tahu nama kami dengan malu-malu kucing yang sebenernya agak menjijikan. Dan kami pun tak peduli mau sekotor apapun tangannya itu, kami tetap senang. Sambil menunggu, kami pun duduk dikursi yang telah disediakan sambil menggosip-gosip cantik, tentang dia tentunya. Hahaha. Lagi-lagi kami diganggu menggosipkan montir tampan itu, karena ternyata bensinnya sudah isi.
"Mbak, Udah nih" Ia pun memberi isyarat agar kami menghampirinya.......Mau tau kelanjutannya?? Cek postan selanjutnya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar