Hai, kelabu.
Aku hadir disini, sebagai pelangi.
Aku siap membuat kelabu diharimu menjadi warna-warni.
Kau mau tahu? Bahkan disaat kau mencari berbagai jalan untuk menghindar dariku,
Aku akan selalu disitu. Jalanku lebih luas daripada milikmu.
Menyeramkan, ya? Bingung dimana kau bisa bersembunyi? Aku disini. Siap dijadikan pelabuhan hatimu. Kau bisa bersembunyi dibalik bahu kecilku. Gunakan saja, bahkan walau kau akan lupa pernah bersender pada bahuku itu.
Hari ini seruan "Allahuakbar" berkumandang di pekarangan rumahku. Pasti di sekitar tempat tinggalmu juga, ya? Hari yang ditunggu-tunggu akan datang. Tapi selain hari yang dikenal dengan lebaran itu, ada hari lain yang sangat aku tunggu. Hari dimana kau pulang. Kembali ke tanah kelahiranmu, walau tak mungkin bagimu untuk kembali pada pelukanku.
Ingat, tidak? Saat kita pertama kali bertemu, kedua matamu itu sudah membuatku mabuk kepayang, bahkan sebelum aku tahu namamu siapa. Nama yang sangat aku sukai, nama yang membuat hari-hariku lebih bersemangat, nama yang juga bisa membuatku bertekuk lemas dengan banjiran air mata dari mataku, menyapu semua bagian dipipiku.
Ingat, tidak? Saat pertama kali kau menyebut namaku. Suara indahmu itu bahkan terdengar lebih indah daripada apapun yang ada diluar sana. Jantungku serasa mau copot. Ingin lari saja rasanya, ke ujung dunia, bersamamu, dan dalam pelukanmu. Namun, pada akhirnya aku hanya mengurungkan niatku dan terbelenggu dalam mimpi itu. Mimpi memilikimu.
Ingat, tidak? Saat pertama kali, kita mulai dekat. Lewat media sosial, aku yang tadinya sangat malu berubah menjadi sangat agresif, dan syukurlah, kau memahaminya dan menganggap itu lucu. Kita dekat layaknya kakak dan adik. Dan kau juga pasti mengerti, kan? Bahwa kita.. Tak mungkin bisa jadi sekedar adik dan kakak itu. Tak mungkin bisa hanya menjadi teman, sahabat, atau apapun itu. Kita tahu. Tapi tak ada yang bisa kita lakukan.
Ada. Namun kau bersikap seolah tak mau tahu. Kau melakukan apapun semaumu. Kau memperlakukan aku semena-mena. Kau buat aku terbang ke langit ke tujuh, bertemu bidadari cantik, lalu kau terjunkan aku, ke neraka jahanam, bersama setan-setan itu. Setan yang sejatinya hidup dalam dirimu itu.
Kau bilang, aku lucu. Senyumku itu penawar sakit bagimu. Namun, tahukah? Kau lah pria yang paling sering membuat senyumku luntur, tergantikan oleh tangisan buaya, lalu berujung tangis. Hina sekali pujian lucumu itu.
Aku tahu. Dan aku mengerti. Sangat mengerti. Aku siapa dan kau itu siapa. Aku mengerti kita amat berbeda, mau disamakan lewat celah manapun, tak mungkin ada kesamaan yang akan ditemukan.
Aku adalah aku.
Dan kau adalah kau.
Kau, pria jahat.
Jahat telah membuatku jatuh cinta segitu besarnya.
Jahat telah membuatku rindu segitu tersiksanya.
Jahat telah membuatku begitu memujamu, hingga aku bahkan lupa, bahwa ada hal lain yang perlu kebereskan selain tentangmu, yaitu aku sendiri.
Aku masih rusak.
Jaitan dihatiku belum kering.
Kau bilang, kau rela menyembuhkannya.
Kau bilang, kau akan jadi penawar rasa sakitnya.
Tapi..
Aku rasa, jahitan itu mulai terlepas lagi karena luka yang kau buat tanpa hentinya.
Aku..
Disini,
Selalu menunggu.
Seperti sebuah anak kecil yang menunggu unicorn, tahu itu takkan datang, namun akan tetap ku tunggu kau.
Aku rindu kau.
Rindu diriku sendiri yang sudah mulai tersesat ini.
Rindu kita yang dulu.
Apakah bisa.. Sekali saja, kita bersikap seolah-olah, tak ada yang salah, dan marilah, mengulang sesuatu yang baru lagi?
Tertanda,
Zira.