Kamis, 28 Juli 2016

push and pull

i fell into the depth of misery
cry me a river for this shocking hole
try to climb up but all i got is a wound
remain as a scars that left forever
couldn't be gone as if the time goes by




i wonder,
why me after all struggles i have done
why me after all the tears i have wasted
why me after all the happiness they took away
why me after  all the problems i should face 
time flies so fast,
my knees still on the floor
reaching out the high hopes
realizing all the puzzling thing



i wish i have an anterogade
for all the memories i dont want to recall
i am tired dealing with the complex problems
finding solution and get over it


withdrawn,
that's what i feel as if i am a humankind
overreact,
that's a normally thing for me to push myself
i have excelled in all the things i put so much effort on
although  the voices on my head keep screaming to set them free


Sabtu, 23 Juli 2016

Pernah Ada

   Kalian tahu dan pasti mengerti, perasaan ingin mengulang kembali semua hal itu seperti apa. Ingin memperbaiki apa yang sudah dirusak, bahkan membuat hal yang indah menjadi lebih indah. Serakah. Egois. Penuh gairah. Kita akan berada di titik terbawah, seperti merosot di sebuah perosotan kecil, disaat badan kita bahkan lebih panjang dari ukuran perosotannya, tapi kita tetap memaksakan kehendak dan berakhir menyakiti diri sendiri, mencoba menutupinya dengan lelucon yang kita buat, tertawa hingga akhirnya menangis, meratapi nasib yang sungguh, mungkin akan mendapatkan piala oscar karena jalan ceritanya yang tak berujung dan penuh dengan drama yang memacu adrenalin para pemain maupun penontonnya.

  Aku disini ingin berbagi cerita, agak panjang, mungkin akan membuat kalian mengantuk. Itu pilihan mau melanjutkan apa tidak. Aku tidak pernah maksa, kan?

                                                               *******************

  Aku merasa kehilangan, dikhianati, rasanya seperti aku adalah orang terbodoh didunia ini. Aku bangun dengan mata sembabku, memulai hari dengan senyuman yang selalu aku lukiskan pada wajahku. Mulai memasang topeng lakonku, dengan tepat dan perlahan, takut akan jatuh dan semua kebohonganku akan ketawan dan membuatku mati kutu. Aku dikenal sebagai orang yang mudah akrab dengan seseorang, banyak yang suka aku karena kepribadianku ini, namun tak sedikit juga yang membenci, seperti sebuah pepatah, "Tuhan saja dibenci setan." Jadi, aku ini hanya ciptaanNya. Tak mungkin juga untuk kita memaksakan semua orang untuk menyukai kita, bisa saja, namun hasilnya aku akan ditusuk dari belakang.


  Aku mengenal banyak orang dan menjadi dekat dengan sangat mudah, namun kehilangan dengan cepat juga. Ada satu orang yang ingin aku ceritakan. Dia baik. Pintar. Lucu. Wajahnya, biasa saja tapi hatinya sangat indah. Ia selalu ingin menjaga hati setiap orang, semua yang dia lakukan terlihat berwibawa. Tak jarang aku meminta saran kepada dia, sering juga ia mengingatkanku untuk mengontrol kelakukanku, menjaga kesehatanku, dan memintaku jauh darinya, karena dia takut akan ada omongan tak enak bila orang tahu. Ditambah lagi, dia hanya ingin membantuku dan semua yang dia lakukan kepadaku selama ini hanyalah karena rasa tidak teganya, hati yang selembut surta miliknya itu memang agak sensitif.


  Aku memaksakan kehendak. Mencoba untuk memperbaiki keadaan. Melakukan apapun agar dia tidak pergi. Menceritakan apapun agar dia merasa bertanggung jawab terhadapku. Tapi yang kudapat justru cacimaki darinya, dia menjauh, melakukan semua hal yang ia bisa untuk menghilang dari pandangku. Tapi... Aku terus mencoba. Sampai akhirnya, aku sadar. Aku hanya terbawa suasana. Namun, aku salah. Aku memang tidak mau kehilangannya. Ia seperti tisu yang menghapus tangisku disaat tak ada jari yang akan mengusapkannya untukku, seperti bantal kesayanganku yang kujadikan tempatku menuang dan mengeluarkan tangisanku, disaat tak ada bahu yang bisa aku jadikan sandaran, dia benar-benar berharga, namun dia hanya melihatku sebelah mata. Memandangku bagai aku ini kuman, harus dijauhi dan dimusnahkan. Aku bukan mau memilikinya, tak pernah terbisit pikiran seperti itu, aku hanya sedih mengapa ia pergi dengan cara senaif itu? Memperlakukan aku tidak ada dan memerankan lakon antagonis yang sungguh, aku muak melihat itu.



  Maksudku adalah, jika kita memang ingin pergi. Katakanlah dengan baik-baik. Jelaskan dengan rinci, agar tidak ada hal yang ganjal di semua pihak. Setidaknya, kau pernah ada. Terimakasih Allah, atas nikmat yang pernah kau berikan kepadaku. Aku yakin, kau akan menggantikannya dengan seseorang yang lebih baik, yang lebih mengerti bagaimana mengucap selamat tinggal. Tak mungkin tanpa air mata atau luka yang ditinggalkan, pasti ada, dan memang sudah seharusnya begitu. Setidaknya, jangan pernah pergi dalam diam, karena diam memang emas, namun apakah yakin itu benar-benar emas? Bukan besi yang akan meninggalkan karat?

Selasa, 05 Juli 2016

Love Letter #1

Hai, kelabu.

Aku hadir disini, sebagai pelangi.
Aku siap membuat kelabu diharimu menjadi warna-warni.
Kau mau tahu? Bahkan disaat kau mencari berbagai jalan untuk menghindar dariku,
Aku akan selalu disitu. Jalanku lebih luas daripada milikmu.
Menyeramkan, ya? Bingung dimana kau bisa bersembunyi? Aku disini. Siap dijadikan pelabuhan hatimu. Kau bisa bersembunyi dibalik bahu kecilku. Gunakan saja, bahkan walau kau akan lupa pernah bersender pada bahuku itu.


Hari ini seruan "Allahuakbar" berkumandang di pekarangan rumahku. Pasti di sekitar tempat tinggalmu juga, ya? Hari yang ditunggu-tunggu akan datang. Tapi selain hari yang dikenal dengan lebaran itu, ada hari lain yang sangat aku tunggu. Hari dimana kau pulang. Kembali ke tanah kelahiranmu, walau tak mungkin bagimu untuk kembali pada pelukanku.


Ingat, tidak? Saat kita pertama kali bertemu, kedua matamu itu sudah membuatku mabuk kepayang, bahkan sebelum aku tahu namamu siapa. Nama yang sangat aku sukai, nama yang membuat hari-hariku lebih bersemangat, nama yang juga bisa membuatku bertekuk lemas dengan banjiran air mata dari mataku, menyapu semua bagian dipipiku.


Ingat, tidak? Saat pertama kali kau menyebut namaku. Suara indahmu itu bahkan terdengar lebih indah daripada apapun yang ada diluar sana. Jantungku serasa mau copot. Ingin lari saja rasanya, ke ujung dunia, bersamamu, dan dalam pelukanmu. Namun, pada akhirnya aku hanya mengurungkan niatku dan terbelenggu dalam mimpi itu. Mimpi memilikimu.



Ingat, tidak? Saat pertama kali, kita mulai dekat. Lewat media sosial, aku yang tadinya sangat malu berubah menjadi sangat agresif, dan syukurlah, kau memahaminya dan menganggap itu lucu. Kita dekat layaknya kakak dan adik. Dan kau juga pasti mengerti, kan? Bahwa kita.. Tak mungkin bisa jadi sekedar adik dan kakak itu. Tak mungkin bisa hanya menjadi teman, sahabat, atau apapun itu. Kita tahu. Tapi tak ada yang bisa kita lakukan.


Ada. Namun kau bersikap seolah tak mau tahu. Kau melakukan apapun semaumu. Kau memperlakukan aku semena-mena. Kau buat aku terbang ke langit ke tujuh, bertemu bidadari cantik, lalu kau terjunkan aku, ke neraka jahanam, bersama setan-setan itu. Setan yang sejatinya hidup dalam dirimu itu.


Kau bilang, aku lucu. Senyumku itu penawar sakit bagimu. Namun, tahukah? Kau lah pria yang paling sering membuat senyumku luntur, tergantikan oleh tangisan buaya, lalu berujung tangis. Hina sekali pujian lucumu itu.

Aku tahu. Dan aku mengerti. Sangat mengerti. Aku siapa dan kau itu siapa. Aku mengerti kita amat berbeda, mau disamakan lewat celah manapun, tak mungkin ada kesamaan yang akan ditemukan.


Aku adalah aku.


Dan kau adalah kau.


Kau, pria jahat.

Jahat telah membuatku jatuh cinta segitu besarnya.

Jahat telah membuatku rindu segitu tersiksanya.

Jahat telah membuatku begitu memujamu, hingga aku bahkan lupa, bahwa ada hal lain yang perlu kebereskan selain tentangmu, yaitu aku sendiri.


Aku masih rusak.

Jaitan dihatiku belum kering.

Kau bilang, kau rela menyembuhkannya.

Kau bilang, kau akan jadi penawar rasa sakitnya.

Tapi..

Aku rasa, jahitan itu mulai terlepas lagi karena luka yang kau buat tanpa hentinya.




Aku..


Disini,

Selalu menunggu.


Seperti sebuah anak kecil yang menunggu unicorn, tahu itu takkan datang, namun akan tetap ku tunggu kau.


Aku rindu kau.

Rindu diriku sendiri yang sudah mulai tersesat ini.


Rindu kita yang dulu.


Apakah bisa.. Sekali saja, kita bersikap seolah-olah, tak ada yang salah, dan marilah, mengulang sesuatu yang baru lagi?





Tertanda,


Zira. 

Senin, 04 Juli 2016

Mungkin... Nanti?

  Kadang, ada hal yang memang ditakdirkan untuk bisa kita lihat, namun tak bisa kita miliki. Begitu pun, dengan sebuah tas putih yang saya mau beberapa hari yang lalu. Saya pergi ke salah satu Pusat Pembelanjaan dan tepat disana, saya menatap sebuah tas cantik. Saat saya dekati, ternyata memang benar, harga tak pernah bohong. Bukannya saya tak punya uang, tapi, saat saya pikir panjang, untuk menghabiskan uang segitu, saya bisa dapat beberapa potong baju. Lalu, niat untuk membeli saya urungkan. Saya buang jauh-jauh kedalam memori yang tak dapat saya gapai. Keesokan harinya, saya menyesal. Karena ternyata bayang-bayang tas itu masih menghantui saya. Memohon untuk dimiliki. Dari sebuah tas saja, ada hal yang bisa saya pelajari.


"Sama seperti tas indah itu, seseorang yang kita cintai pun lebih baik hanya menjadi sebuah mimpi. Tak semua hal yang kita inginkan, bisa kita gapai semudah yang kita pikirkan. Sometimes it is better to be just a 'dream' karena setidaknya, kita hanya akan tersenyum saat melihatnya, meski hanya di alam mimpi."



Dari hal kecil, kita bisa belajar banyak. Entah cuman saya atau karena pola pikir saya yang agak dramatis, tapi jujur, sampai sekarang saya menyesal karena tidak jadi membeli tas itu, tapi saya juga bersyukur, karena disadarkan olehNya kalau masih lebih banyak manfaat yang bisa saya gunakan dengan uang yang bisa saja saya hamburkan untuk tas itu. Ya, sama saja, dengan masalah si dia, masih banyak hal yang bisa saya lakukan dibanding menangis dan mengaduh tanpa henti.


Karena nanti pasti akan ada saatnya kita bakal memiliki hal yang kita cintai, tunggu saja tanggal main dari Sang Ilahi. Ingat, kita bisa berencana, namun keputusan akhir hanya ada ditanganNya.

Wah, Ngomong-ngomong, lebaran sebentar lagi nih! Kalian mudik kemana, nih?


Sampe disini dulu, ya. Sampai ketemu nanti!